Larkana - Nasib malang menimpa
Samira Sindhu, seorang penyanyi perempuan asal Pakistan yang sedang hamil
delapan bulan. Ia tewas setelah ditembak oleh seorang penonton yang menyaksikan
penampilannya.
Dikutip dari laman BBC, Jumat
(13/4/2018), kejadian nahas itu terjadi pada Selasa, 10 April 2018 waktu
setempat. Kala itu, Sindhu sedang mengisi acara di Desa Kange, Larkana, Sindh,
Pakistan.
Salah satu motif pembunuhan
dilakukan oleh pelaku diduga lantaran korban tak mau berdiri saat bernyanyi.
Padahal ia duduk karena sudah lelah dengan kondisi tubuhnya yang sedang hamil
tua.
Sementara itu, Ashiq Sammoo --
suami dari korban -- mengatakan kepada polisi bahwa ia melihat langsung pelaku
menodongkan pistol pada istrinya.
Pria itu sempat mengancam Sindhu
untuk segera berdiri. Tetapi, penyanyi Pakistan itu menolak permintaan pelaku
lantaran ia sudah tak kuat untuk bangun dari tempat duduknya.
Tiba-tiba, tiga letusan senjata
api terdengar begitu kuat. Rupanya
pelaku melepaskan tembakan ke arah Sindhu yang tak lama kemudian jatuh terkulai
lalu meninggal dunia.
Akibat perbuatan nekatnya, pelaku
yang diketahui bernama Tariq Jatoi diamankan oleh pihak kepolisian Pakistan.
Saat diinterogasi, pelaku mengklaim
bahwa tembakan itu terjadi karena ketidaksengajaan. Awalnya ia ingin melepaskan
tembakan ke arah atas kepala, sebagai tanda peringatan.
Namun, peluru sudah keluar dan
mengenai Sindhu. Kasus ini masih diselidiki. Jika terbukti bersalah, pria ini
akan mendapat hukuman sesuai dengan peraturan.
Sindhu memang dikenal sebagai
penyanyi lokal di Pakistan yang sudah berkarya delapan album.
Tembak Wanita Hamil Hingga Tewas,
Polisi China Dihukum Mati
Ilustrasi Foto Penembakan
(iStockphoto)
Kasus wanita hamil lainnya yang
tewas ditembak juga pernah terjadi di China.
Seorang polisi yang sepatutnya
menjadi panutan bagi orang lain malah melakukan aksi kriminalitas dan membunuh
seorang wanita hamil. Ia pun kini harus bertanggungjawab atas perbuatan
kejinya.
"Ia dijatuhi hukuman mati
karena membunuh seorang wanita hamil dan melukai suaminya di sebuah restoran di
China selatan," demikian dikutip Liputan6.com dari media pemerintah China
yang juga dimuat CNN.
Menurut pemberitaan media lokal,
polisi yang diidentifikasi bernama Hu Ping itu menembak si ibu hamil dan
suaminya di toko mie di wilayah otonomi Guangxi Zhuang. Hu diduga mabuk dan
melepaskan tembakan, karena ia tak dilayani segera saat memesan teh tarik.
Atas perbuatan Hu, wanita hamil
yang mendapati luka cukup parah akibat tambakannya itu tak bisa diselamatkan
dan meninggal dunia.
"Sang suami menderita luka
ringan ke bahu kanannya, tapi istri dan anaknya yang belum lahir
meninggal," begitu laporan dari kantor berita China Xinhua.
Kemarahan Publik
Kasus ini menimbulkan kemarahan di
kalangan pengguna media sosial di China, di mana kisah-kisah kekerasan yang
melibatkan polisi sering terjadi. Setelah digelandang ke kantor polisi dan
sadar dari mabuknya, Hu pun mengakui perbuatannya.
"Saya bersalah atas serangan
itu," demikian ditulis Shanghai Daily mengutip pernyataan Hu.
Hu juga menuturkan bahwa ia bersama
teman-temannya sempat makan dan minum di restoran lain di Kota Pingnan, sesaat
sebelum penembakan yang pada Oktober 2013 itu terjadi.
Setelah menjalani persidangan
selama 4 bulan, Hu akhirnya mendapati vonis mati pada hari Senin. Demikian
disampaikan pejabat pengadilan di kota Guigang.
Dia juga diperintahkan untuk
membayar denda kepada keluarga korban sebesar US$ 12 ribu atau sekitar Rp 141
juta sebagai kompensasi. Namun beredar kabar Hu akan mengajukan banding atas
hukuman tersebut.
Kasus kekerasan yang melibatkan
polisi dan penegak hukum lokal, memicu kemarahan publik di Cina. Empat penegak
hukum China telah dijebloskan ke penjara pada Desember, akibat bentrokan di
provinsi Hunan yang menyebabkan penjual melon meninggal.
Pengguna Weibo layanan
microblogging China secara luas mendukung hukuman mati yang diberikan kepada
Hu.
"Hukuman mati tidaklah cukup
untuk mempertanggungjawabkan kejahatannya," kata salah satu pengguna.
Para wartawan lokal mengatakan,
media sosial telah memainkan peran yang semakin penting dalam menuntut
akuntabilitas dari figur otoritas di China dalam beberapa tahun terakhir.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar